Ginger : I've loved you, Rosa, but we are very different. You dream of
everlasting love, not me. Despite the horror and the sorrow, I love our
world. I want us all to live. What really matters is to live and if we
live, there will be nothing to forgive.
Film ini cukup membuat saya surprise, jalan cerita yang pada awalnya saya pikir adalah film tentang 2 orang remaja di dekade 1960an di London yang cukup liar dalam memandang hidup dan segala kenakalan-kenakalan pada jamannya. Tiba-tiba menjadi begitu kompleks, 2 orang sahabat ini secara fisik sangat mirip, karena memang mereka yang membuat sendiri kemiripan tersebut. Tapi tidak dengan kepribadian mereka. Ginger si remaja berambut merah (Elle Fanning) cenderung pendiam dan serius dalam segala hal, si penyuka sastra, penjunjung tinggi feminisme, aktivis nuclear holocaust. Sedangkan Rosa (Alice Englert) lebih sassy dan centil, bermimpi mengenai cinta sejati serta petualang cinta, dimana jika ada laki-laki menganggur akan diajak making out, dilain pihak Ginger menunggu sahabatnya menyelesaikan petualangannya dengan membaca atau merenung.
Titik balik yang menguji persahabatan mereka adalah pada saat keretakan rumah tangga orang tua dari Ginger. Rosa yang sedari kecil sudah mengenal ayah Ginger, lambat laun mempunyai perasaan lebih kepadanya dan memanfaatkan kerapuhan lelaki itu dan berhasil mendapatkan hatinya. Bayangkan betapa sakitnya saat tahu ayahmu berpacaran dengan sahabatmu sendiri. Kegalauan Ginger terhadap keadaan yang memaksanya harus tutup mulut agar ibunya tidak mengetahui hal tersebut, menahan tangis serta membiarkan ayah dan sahabatnya bermesraan didepan matanya. Kegalauan tersebut di sebabkan hanya satu, yaitu rasa sayang yang berlebih terhadap orang-orang tersebut.
Ginger mengalihkan semua rasa sakit hatinya dengan aktif ikut dalam demonstrasi dan menjadi aktivis, menganggap semua hal tentang nuklir itu adalah hal yang sangat serius yang harus dicegah karena dapat menyebabkan semua orang mati, padahal yang dia takutkan hanya satu yaitu keadaan absurd yang dia rasakanlah yang akan membuatnya mati pelan-pelan. Membohongi diri sendiri bahwa Affair yang dilakukan ayah dan sahabatnya bukan masalah besar dan semua akan baik-baik saja. Sampai pada sebuah titik dimana dia sudah tidak tahan lagi, dimana persahabatan dan kepercayaan hancur, dimana kebencian ada pada orang yang tidak seharusnya.
Menurut saya Akting kedua aktris remaja ini sangat meyakinkan. Saya salut dengan Elle Fanning, dia bisa memilih peran yang tidak mainstreem, saya ingat perannya jadi anak umur 13 tahun yang cool dalam film Super 8, betapa natural memainkannya. Sedangkan Alice Englert tergolong aktris pendatang baru yang menjanjikan. Chemistry persahabatan mereka yang begitu nyata membuat saya terhanyut di setiap adegan petualangan serta penyampaian pemikiran-pemikiran mereka yang wow! Sang sutradara (Sally Potter) tidak perlu susah-susah untuk membuat narasi yang berlebihan dalam setiap adegannya. Semua begitu lambat tapi natural dan tidak membosankan karena akan diakhiri dengan ending yang cukup membuat saya tercengang.
Words by Shabumzki